Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu...

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak______________
Oleh Ustadz Darul Qutni (Sekretaris LTM PCNU Depok)
Allah SWT berfirman dalam Surah al Baqarah ayat 129 yang mengabadikan doa Nabi Ibrahim Alahissalam :
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya :
"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan hikmah serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana".
Do'a ini adalah do'a Nabi Ibrahim Alaihissalam yang di-ijabah oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan mengutus Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam di tengah bangsa arab kala itu dengan membawa risalah Islam yang Rahmatan Lil Alamiin.
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa Rasul yang diutus yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam memiliki tiga misi yaitu: pertama, membacakan ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, kedua, mengajarkan al Qur'an dan al Hikmah (Sunnah), dan ketiga mensucikan ummatnya.
Rasulullah Shallalallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Artinya: Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak." (Hadits Riwayat Imam At Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Ad-Darimi, dan Imam Abu Dawud)
Para ulama' sebagai warotsatul anbiya dan umana'urrosul (pewaris para nabi dan pemegang amanah dari para Rasul) tentu berkewajiban melanjutkan misi dan tugas dakwah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tersebut.
Tiga misi inilah yang dapat dilakukan oleh para ulama' dalam rangka berperan mengembangkan kemandirian Bangsa Indonesia, wabil khusus kaum muslimin.
Menurut Profesor Quraisy Syihab dalam bukunya Membumikan al Qur'an, membacakan ayat Allah SWT dan mengajarkan kitab dan al hikmah (tilawah ayatillah dan ta'lim al kitab wal hikmah), pengertiannya adalah mengajarkan umat, mengisi otak dan mengajarkan bangsa (ta'lim).
Sementara, pengertian mensucikan diri (tazkiyatunnafsi), erat kaitanya dengan kegiatan pendidikan (tarbiyah) yang bermaksud untuk mengubah sikap dan perilaku yang dididik. Para Nabi dan Rasul mereka tidak hanya mengajarkan dan menyampaikan ilmu, tapi mereka juga mendidik umatnya dengan membersihkan diri mereka dari perilaku buruk dan tidak terpuji dengan syariatnya masing-masing. Dengan shalat, dengan puasa, dengan berdzikir, dengan zakat, dan amaliyah ubudiyah lainnya baik yang mahdloh dan ghoir mahdloh.
Demikian halnya para ulama'. Mereka tidak hanya ta'lim tapi juga tarbiyah. Tidak hanya tarbiyah tapi juga ta'lim. Mereka menggabungkan antara dua aspek ini adalah bagi kemandirian umat Islam dan bangsa Indonesia.
Kemandirian umat dan Bangsa ditentukan oleh seberapa mampu kaum muslimin meng-ikhlas-kan dirinya dalam beribadah kepada Allah SWT, sebagai kunci kemandirian. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mengatakan
الْحَيَاةُ اَلْعِباَدَةُ كُلُّهَا
Artinya:
"Kehidupan ini adalah pengabdian total kepada Allah SWT".
Bangsa ini mandiri jika bangsa ini mengabdi kepada Allah SWT. Jika seorang sudah beribadah kepada Allah SWT dengan ikhlas, maka dengan sendirinya dia akan memperoleh kemandirian dalam berbagai bidang kehidupan, baik pribadi, sosial maupun ekonomi. Hal itulah yang ditunjukkan dan dicontohkan oleh pendiri Nahdlatul Ulama. Seperti Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'arie yang mendirikan pesantren Tebu Ireng dengan biayanya sendiri hasil berdagang. Kemandirian itu juga ditunjukkan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'arie dengan tidak takut dan tunduk pada kolonialisme dan penjajahan bangsa asing di masanya. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'arie memiliki kemandirian dalam berpikir dan bersikap.
Bangsa ini mandiri jika bangsa ini mengabdi kepada Allah SWT
Bahkan dalam periode menuntut ilmu, para ulama kita juga mencontohkan kemandirian tersebut. Syaikhona Kholil Bangkalan dan juga para ulama lainnya dengan menjual hasil karya tulisnya demi biaya hidup dalam menuntut ilmu. Sikap para ulama yang mandiri ini dalam membangun lembaga pendidikan dan juga di dalam berbagai kehidupan menjadi teladan bagi kita semua. Semoga kita semua dapat menirunya. Semoga kita semua juga termasuk orang-orang yang diberikan kekuatan dan kemandirian dalam kehidupan ini bersama Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Amiin ya robbal Alamiin.