Kebudayaan Islam di Depok

Kamis, 2 Mei 2013 nanti, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), akan diadakan Halaqah Ilmiah Alim Ulama se-Kota Depok di G...

Kamis, 2 Mei 2013 nanti, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), akan diadakan Halaqah Ilmiah Alim Ulama se-Kota Depok di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok.

Rencananya, acara tersebut akan dihadiri Prof. DR. KH. Said Aqil Siradj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan ratusan alim ulama se-Kota Depok. Yang menjadi topik utama, menyikapi faham ekstrimisme dalam Islam dan upaya meneguhkan Islam dengan semangat kebangsaan.

Sebagai masyarakat Depok, sudah sepatutnya, kita bersyukur atas rencana pelaksanaan acara tersebut. Apalagi acara tersebut didukung oleh para ulama di Kota Depok. Gairah perjuangan kebudayaan dan tradisi Islam di Depok pun kembali bergelora, di saat maraknya ekstrimisme mengatasnamakan Islam kian menjadi-jadi dan nilai-nilai kebangsaan yang kian luruh.

Melalui Halaqah Ilmiah ini, estafet perjuangan Walisanga yang menyebarkan Islam dengan lembut, adaptif dengan budaya lokal, ramah dan santun dengan sesama, diharapkan kini akan terus bersambung dan berlanjut, hingga di masa depan.

Bila salah satu Walisanga, Raden Rahmat (Sunan Ampel), diperintah oleh ayahnya, Syaikh Ibrahim Asmarakandi (Sunan Gresik), belajar ke Madinah, dan di Madinah, ia bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW yang bersabda kepadanya, Hijrahlah ke Indonesia, karena Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah tidak bisa diterapkan di tanah kelahiranku, seorang teman, Kiai yang juga penulis, berkelakar, bahwa kini Sunan Ampel bukan lagi hijrah ke Indonesia, tapi sudah hijrah ke Kota Depok. Dalam tradisi Islam, memang terdapat sebuah keyakinan, bahwa orang yang meninggal di jalan Allah, tetaplah masih hidup (QS 3:169).

Metode Walisanga
Walisanga merupakan pelopor penyebaran Islam di pulau Jawa (Indonesia). Kecuali Sunan Kalijaga, (dalam satu sumber) mereka adalah keturunan Nabi Muhammad SAW (sayyid/habib) yang berasal dari Gujarat India, setelah sebelumnya bermukim di Madinah lalu ke Basrah (Irak). Dari Basrah lalu ke Hadramaut, Yaman. Dari Yaman, ada yg langsung ke Indonesia dan ada yang ke India lebih dulu. Yang dari India, inilah yang dikenal dengan sebutan Walisanga (Sembilan Wali (kekasih Allah)).

Metode dakwah mereka kemudian menjadi teladan bagi para alim ulama Nusantara yang tergabung dalam jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyarie, dan kawan-kawan. Bahkan, lahirnya NU memang tidak dapat dilepaskan dari peran dua orang sayyid/keturunan Nabi, yaitu Syaikhona Cholil Bangkalan, Madura dan Habib Hasyim bin Yahya (kakek Habib Lutfi bin Yahya, Ketua Umum Tariqah NU), Pekalongan.

Saat Hadratussyaikh meminta izin, kepada para gurunya di Mekah, untuk mendirikan NU, kemudian, disarankan meminta restu kepada dua orang keturunan Nabi tersebut di atas. Keduanya merestui dengan catatan tidak ditulis dalam dokumen sejarah NU.

Kebudayaan, selama tidak melanggar ajaran Islam/memiliki dalil syar’i dapat dijadikan sumber hukum (al-adah muhakkamah) menjadi kalimat kunci memahami perjuangan para Walisanga tersebut. Kaidah falsafah hukum Islam ini, barangkali yang menyebabkan mereka tidak berdakwah dengan keras dan ekstrim sebagaimana terdapat kelompok yang melakukan hal itu dengan mengatasnamakan Islam dewasa ini.

Mereka tidak melabrak, menghina, merendahkan tradisi dan kebudayaan yang berkembang di Nusantara. Para walisanga merubah secara perlahan kebiasaan-kebiasaan masyarakat nusantara yang tidak baik, tanpa menimbulkan gesekan konflik di akar rumput dan tanpa harus mengikuti kebudayaan tersebut. Bahkan kebudayaan lama dapat dijadikan sarana dakwah jika memungkinkan dan tidak melanggar ajaran agama.

Kebudayaan Islam di Depok
Jika ajaran para ulama dahulu menjadi teladan bagi para alim ulama sekarang dan juga akan datang, maka kita dapat menatap masa depan kebudayaan Islam di Depok dengan cerah. Depok, akan menjadi kota santri/religius dengan ketaatan kuat kepada para alim ulama-nya dan ajaran-ajaran agama yang lembut dan rahmatan lil alamiin.

Dalam konteks sejarah penyebaran Islam di Depok, memang tidak bisa dilepaskan dari peran Sunan Gunung Djati, Cirebon yang saat itu memerintahkan anak buahnya untuk mengantisipasi kedatangan Portugis di Pelabuhan Sunda Kelapa. Terjadilah pertempuran di sana.

Peristiwa itu diyakini membawa pengaruh yang cukup bagi perkembangan Islam di Depok, yang notabene menjadi jalur perlintasan antara Jakarta-Bogor. Dimungkinkan terjadi komunikasi terkait peristiwa tersebut, termasuk penyiaran Islam, yang selanjutnya, membuat Depok, juga terpengaruh dengan Islam.

Kota Depok, saat ini, memang sedang tergerus oleh suatu cara pandang keagamaan yang sempit, antitoleran, yang amat mudah menyalahkan orang lain yang dianggap berbeda, di samping juga amat politis dalam pengertian kurang membangsa. Tradisi dan kebudayaan Islam yang sudah berkembang lama dan menjadi kebiasaan masyarakat muslim tradisional di Depok, dipersoalkan. Akhirnya, terjadi pemaksaan pendapat dan juga pelecehan tradisi dan kebiasaan yang sudah berjalan. Dari cara pandang yang sempit inilah, maraknya terjadi aksi ekstrimisme di mana pendapatnya sendiri mengungguli al-Qur’an dan Hadits.

Seringkali, keluar dari kelompok ini, seruan untuk kembali kepada Al-Qur’an-Hadits tanpa didahului oleh penelitian yang memadai, apakah suatu kebudayaan dan tradisi keagamaan maupun non keagamaan yang ada di masyarakat, benar-benar melanggar ajaran Islam. Dan apakah pendapatnya dan sikapnya sendiri tidak melanggar/mengungguli al-Qur’an-Hadits?

Apakah dengan demikian NU menjadi sektarian dengan perjuangannya membendung faham ekstrim tersebut dalam rangka melakukan perjuangan keagamaan dan kebangsaan? Tentu saja tidak. Karena, jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, para pendiri NU. Kiai Hasyim, Kiai Wahab, dkk) sudah aktif melakukan pertemuan mingguan dan dialog dengan kaum Nasionalis (H.O.S Tjokroaminoto/Mertua Bung Karno) bertemakan Islam dan Nasionalisme. Dengan demikian, harapan kita akan tegaknya kebudayaan Islam di Depok dengan diiringi semangat kebangsaan semakin besar. Semoga. Wallahu Alam.


Darul Qutni, S.SI, adalah guru agama yang juga aktivis NU. Saat ini, Darul merupakan Katib Syuriah Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama Kecamatan Pancoran Mas, Depok / Ketua Harian Brigade Ahlussunnah Wal Jama’ah.

COMMENTS


Nama

Artikel Inspirasi Kajian Kajian Bidayatul Hidayah News Renungan
false
ltr
item
Majelis Al-Ibthon: Kebudayaan Islam di Depok
Kebudayaan Islam di Depok
Majelis Al-Ibthon
https://al-ibthon.blogspot.com/2013/04/kebudayaan-islam-di-depok.html
https://al-ibthon.blogspot.com/
https://al-ibthon.blogspot.com/
https://al-ibthon.blogspot.com/2013/04/kebudayaan-islam-di-depok.html
true
8647501550963984484
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy